Kamis, 22 Desember 2011

Soon it will be Christmas

Rasanya bulan Desember adalah bulan terpendek dan tersibuk yang pernah ada. Setiap tahun awal Dec adalah masa penantian untuk maju budget meeting. Jadi persiapannya semakin ketat, bahkan awal masa Advent pun tidak terasa. Setelah selesai budget meeting, 2 minggu waktu untuk follow up apa yang didiskusikan di dlm ruangan saat meeting, terasa sangat pendek ...... Terengah-engah ..... Tidak terasa sudah tanggal 20-an baru rasanya tersentak, hey natal sudah di depan pintu. Mendengar lagu-lagu Natal di mall, rasa damai dan haru .... Bertekat tahun depan saya harus mempersiapkan diri dengan lebih baik. Bukankah Advent artinya kita harus introspeksi diri sambil menantikan kedatangan Sang Pebyelamat. Rasanya tidak ada persiiapan yang saya lakukan untuk menyambut kedatangan Nya. ... Yang jelas tahun depan saya harus lebih baik, menyiapkan diri bukan hanya terbenam di dalam hal duniawi.

Minggu, 04 Desember 2011

Thousand Island again














kali ini boleh dibilang diving yang sukses di kepulauan Seribu. Laut yang sangat amat tenang, sangat menyenangkan. Namun sayang di bawah laut banyak plankton sehingga visibility kurang begitu bagus.
Dive pertama di Pulau Matahari, surface interval di sekitar area yang namanya kuburan cina, dinamakan begitu karena abu orang meninggal yang dibakar sering dibuang di sekitar situ. Untung kita tidak dive di sekitar tempat tersebut. Kami sempat juga melihat wreck Papatheo dan Pulau Belanda. Ternyata kepulauan seribu pun bisa menjadi tempat yang menyenangkan untuk diving. Ditambah malam bulan purnama sangat indah di Pulau Harapan.

Cirebon, West Java










Seumur-umur, ini untuk pertama kalinya saya spent a night di Cirebon. Biasanya Cirebon hanyalah tempat transit apabila saya dan keluarga hendak ke Jawa Tengah. Namun karena ada acara kawinan, so kami sekeluarga bermalam di Cirebon. Sayang perjalanan Jakarta-Cirebon yang biasanya 4-5 jam, kali ini sangat lama sekali karena ada beberapa titik perbaikan jalan sehingga macet total. Lumayan juga 1 kali macet sekitar 2 jam-an.
Pas magrib kami tiba di Cirebon, langsung menuju Trusmi, untuk hunting batik. Batik Cirebon memiliki motif yang unik, berbeda dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Sebenarnya memang batik di Indonesia cukup unik karena motif batik tiap daerah berbeda-beda. Di sepanjang jalan di daerah Trusmi tersebut banyak sekali toko batik, dan pengrajin batik. Sungguh menyenangkan melihat-lihat kain batik. Setelah puas memborong batik, kami check in di Hotel. Pagi hari, kami mengunjungi keraton di Cirebon. Ada 4 keraton di Cirebon ini, namun karena waktu yang terbatas kami hanya mengunjungi 1 keraton yakni Kanoman. Setelah berputar-putar dan bertanya-tanya pada orang untuk mencari pintu masuk keraton, akhirnya ketemu. Ternyata pintu masuk keraton harus melewati pasar Kanoman yang bau dan becek. Jadilah mobil di parkir di depan pasar, dan kami berjalan kaki menembus pasar. Setelah melewati pasa, barulah terlihat halaman keraton yang begitu luas. Mungkin ada baiknya bagi pemerintah daerah membuat jalan tembus yang dapat menuju keraton tanpa harus melewati pasar yang becek dan bau.

Selasa, 08 November 2011

Pantura; Sepanjang Jakarta-Cirebon











Daerah Pantura sangat akrab di telinga kita. Jalan di sepanjang pantai Utara Pulau Jawa ini sangat padat dengan truck-truck dan bus yang akan menuju ke Timur Jawa. Ya memang benar Pantura menghubungkan wilayah Barat dan Timur Pulau Jawa. Karena relatif jarak tempuh yang lebih pendek dibanding melewati jalur Selatan, ditambah lagi jalan yang datar, sehingga banyak sekali truck-truck atau bus yang melewati area ini.
Ada 1 saja gangguan di jalan, baik itu berupa perbaikan jalan atau truck/ bus mogok, akan menimbulkan kemacetan yang sangat panjang. Bahkan mencapai belasan kilometer. Suasana yang panas terik dan berdebu, sangat melelahkan dan membosankan. Di tengah kebosanan tersebut, dari balik jendela mobil yang ber AC, saya mencoba merekam potongan-potongan kehidupan yang terjadi di sepanjang Pantura ini.

Ada tukang becak yang mengantuk di pinggir jalan, sambil memarkir becaknya di bawah pohon yang teduh. Kebanyakan adalah truck yang dimuat hingga overload, jangan ditanya masalah "safety" disini. Polisi sangat jarang saya jumpai di jalan ini, kecuali di tempat kemacetan. Namun polisi yang melihat truck overload ini pun cenderung diam saja, mungkin sudah terlalu biasa atau keseringan dengan pemandangan seperti itu.

Senin, 26 September 2011

Pontianak - The Equator City














Ever since I was at elementary school, the teacher always told that Pontianak is lying on the Equator. Last week I had a chance to visit this Equator City. This my second visit actually. My first visit to Pontianak I didn't spend enough time, just a very short visit before going to Sanggau.
It was a nice stayed in Pontianak, the foods are delicious. Just walk around Pattimura street, you can find a lot of Pontianak foods: pisang goreng Pontianak (fried banana), Kwee Tiaw, Aloe Vera, Talas (Taro) and many more. If you like to find Malaysian products (mostly food) just enter the Kaisar Supermarket. Still on Pattimura street, there is an area called 'PSP market'. At PSP market, you can find a lot of Kalimantan (Borneo)/ Dayak souvenir .... From Borneo Batik to gems (blue saphire, turquise, cat's eye and many more) - unfortunately I don't know much about all these gems.
Tourism objects around Pontianak are 'rumah Betang', 'rumah Melayu', Taman Sungai Kapuas, Kelenteng and 'equatorial monument/ tugu khatulistiwa'.
Rumah Betang is a traditional Dayak's house. It was made of 2 storeys, at the upper side, there is a hall that are used to sleep people from 1 neighbourhood.... unbelievable!
Just rent a car for 1 day and it is easier to explore all tourism place in Pontianak.

Nias Island, How to get there

Nias changed drastically since my previous visit 4 years ago. First the airport is now bigger, they built 2 storey airport terminal. The second is the number of flight to get there. I remember, it was Merpati and one small aircraft (unfortunately I forget the name of the carrier) which flew from Medan (the capital city of the province) to Gunung Sitoli (the capital city of Nias Island). now Wings Airline (which is from the same group with Lion Air) fly to Nias from Medan, in addition to Merpati Airline, I am not sure whether that small aircraft still fly to Nias. It is easier to book the ticket too. From Jakarta, we just booked the ticket to Gunung Sitoli Nias with Lion Air, but if you want to use Garuda from Jakarta to Medan and then change to Wings Air from Medan to Nias (Gunung Sitoli) is still possible. All those ticket can be bought directly from Jakarta..... Very convinient. As you reach the airport, there are a lot of rental cars (this is still unorganize - private), but the driver will offer you the service right after you enter the terminal building. So we just bairgain the price and go. The fee for car rental is almost the same everywhere in Indonesia. It is about Rp 350,000 - Rp 500,000.- per day.
When you visit Nias, don't expect a five stars hotel, but you can still find a modest and clean hotel. We have stayed at Miga Beach Hotel, it was nice. In the last visit, we stayed at 'Wisma Soliga'. It was nice too but because of its location which is nearby the main road, never choose the front rooms.
I think Nias has the opportunity to develop its area (become one of tourism object) if there is a goodwill from the local government. I'll write more about Nias as I plan to travel around the island this upcoming December.

Selasa, 13 September 2011

Ketika nyawa harus direlakan demi mendapat anak laki-laki

Ketika saya mengunjungi mertua di rumah sakit, di kamar ICU, ada seorang perempuan yang terbaring di sebelah mertua saya. Kalau saya lihat wanita itu masih cukup muda, mungkin sekitar 20 tahun lebih. Saya bertanya dia sakit apa? orang-orang cerita bahwa dia baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki, anak ketiga. Jadi wanita itu memang punya riwayat tekanan darahnya menjadi sangat tinggi jika hamil hingga pre-eclampsia. Namun karena anak pertama dan kedua perempuan dan di Nias anak laki-laki menjadi sangat diharapkan karena penerus marga, maka wanita itu akhirnya hamil lagi berusaha untuk mendapatkan anak laki-laki. Dan memang betul anak ketiga lahir seorang bayi laki-laki. Namun sayangnya si ibu harus mempertaruhkan nyawa. Akibat pre-eclampsia, ginjal si wanita tersebut menjadi rusak dan tidak berfungsi. Rumah sakit di Nias amat sangat terbatas, walaupun memiliki gedung yang megah (karena dibangun dari dana bantuan) namun prasarana yang ada serta tenaga medis sangat minim. Sehingga apa boleh buat wanita tersebut akhirnya hanya dirawat seadanya hingga meninggal. Menyedihkan memang, demi seorang anak lelaki bagi sang suami dan penerus keturunan marga suami, wanita tersebut rela mempertaruhkan nyawa. Heran sekali di jaman seperti ini koq masih ada hal seperti itu. Saya tidak tahu apakah suami dan keluarganya berbahagia seperti itu, karena mereka akhirnya berhasil mendapatkan penerus marga?

Nias Island

When I visited my mother in law who was hospitalized last week. I had a chance to take some pictures around Gunung Sitoli. Gunung Sitoli is the main city in the island. It was a bit crowded especially around downtown area. Good thing is that Nias economic now grows nicely. But Nias people have to learn how to maintain the important assets in their area. Here are some pictures from around Gunung Sitoli.